Bab 3: Topeng Sang Musafir
"Penyamaran fisik disarankan." kata Chip serius.
"Yeah, I know. Kita mau kelihatan kayak... manusia biasa," Kell mengangguk sambil membuka panel kecil di dinding kapal.
Di dalamnya, sebuah mesin berkilau menyala. Material Synthesizer.
"Menyintesis pakaian berbahan serat alami... selesai dalam 23 menit." lapor Chip.
Sambil menunggu, drone kecil — kini tidak terlihat oleh mata manusia — terbang rendah ke arah desa terdekat, mengumpulkan data tambahan: bentuk pakaian lokal, bahan umum, gaya hidup.
23 menit kemudian, pakaian sederhana: mantel wol coklat lusuh, celana kulit, dan sepatu butut usang, siap dipakai.
Kell mengenakannya, bercermin di permukaan kapal yang kusam.
"Mirip musafir kere dari abad pertengahan," dia meringis. "Tapi keren juga."
Unauthorized usage: this narrative is on Amazon without the author's consent. Report any sightings.
"Penyamaran mencapai efektivitas 89%. Risiko dikenali sebagai penyihir: 12%. Disarankan tetap menjaga jarak dan berbicara seperlunya."
"Tenang Chip, aku gak akan ngobrol seru sama pohon."
Bab 4: "Penyihir atau Badut?"
Langkah Kell menjejak di jalan tanah berbatu, wajahnya setengah tertutup oleh tudung kain coklat kusam. Mantel lusuh membungkus tubuhnya, membuatnya tampak seperti musafir biasa — meski sepatu buatan kapal terasa terlalu nyaman untuk standar zaman ini.
Di udara, Chip, drone kecil tak kasat mata, terus mengawasi dari ketinggian.
"Penduduk: 52 individu. 23 pria dewasa, 18 wanita dewasa, 11 anak-anak. Ancaman: minimal," lapor Chip di telinganya.
Kell mendengus kecil. "Setidaknya mereka nggak pakai obor dan garpu rumput."
Saat ia melintasi gerbang kayu desa, beberapa mata memandang dengan penasaran. Wajar — pendatang asing jarang mampir ke desa terpencil seperti ini.
"Oi! Kau, dari mana asalmu?" seru seorang pria berjanggut, membawa keranjang apel.
Kell mengerjapkan mata, lalu dengan santai — dan sedikit norak — mengangkat tangan tinggi-tinggi, "Aku... musafir keliling! Pedagang... eh... pengetahuan!"
Orang-orang saling pandang. Seorang nenek berbisik, "Itu bahasa apa sih? Aneh amat..."
Seorang bocah kecil, berambut keriting dan berwajah nakal, mendekat. Matanya menyipit, menatap Kell dari atas sampai bawah.
"Dia pasti... penyihir! Lihat bajunya aneh!" seru bocah itu sambil menunjuk.
Orang-orang mulai berbisik-bisik panik.
"Situasi: potensi eskalasi. Opsi: menari, pura-pura bodoh, atau lari," Chip mengusulkan di telinga Kell.
Kell, tanpa pikir panjang, langsung mengangkat kedua tangannya dan berputar satu kali di tempat, sambil berkata, "Aku... badut keliling! Mau lihat sulap lucu?!"
Dia mengambil sebuah batu kecil, lalu diam-diam mengaktifkan projector mini di pergelangan tangannya — membuat batu itu tampak "menghilang" dari telapak tangannya.
Semua orang tercengang.
Anak-anak berteriak girang.
"Woaaaahh!! Badut sulap!"
Orang dewasa tampak lega. Seorang ibu-ibu bahkan tertawa kecil.
"Dasar orang kota aneh," gumam seorang kakek, lalu berjalan pergi.